Istri Menolak Bersetubuh
PERTANYAAN
1. Adakah alasan yang dibenarkan oleh syara' bagi seorang istri untuk menolak ajakan bersetubuh dari suaminya?
2. Sehingga bila suaminya tetap mengajak secara paksa, apakah tindakan suaminya tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindakan pemerkosaan terhadap istri (marital rape)?
JAWABAN
1. Ada, seperti terlalu besarnya alat kelamin suami sehingga istri tidak sanggup, istri sedang menderita sakit, atau terlalu kurus.
2. Tidak termasuk pemerkosaan tetapi pemaksaan, dan apabila berakibat sampai si istri meninggal dunia, maka suami wajib diqishas.
REFERENSI
Baca Juga ; Bagaimana Status Mahram Anak dari Mantan Istri
a. Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, V/402 [Mu`assasah at-Tarikh al-'Arabi]:
(قَالَ ابْنُ عَبَّاسِ) الله (أَنَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ) ... (إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَتْ إِنِّي امْرَأَةً آيم ) ... (و) ... أُرِيْدُ أَنْ أَتَزَوَّجَ فَمَا حَقّ الرَّجُلِ عَلَى الْمَرْأَةِ فَقَالَ مِنْ حَقِّ الزَّوْجِ عَلَى الزَّوْجَةِ إِذَا أَرَادَهَا عَلَى نَفْسِهَا أَى أَرَادَ جَمَاعَهَا وَهِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيْرِ) ... (أَنْ لَا تَمْنَعَهُ) مِنْ نَفْسِهَا لَمَّا أَرَادَ مِنْهَا. فَإِنَّهَا إِنْ مَنَعَتْهُ حَاجَتَهُ فَقَدْ عَرَضَتْهُ لِلْهَلَاكِ الْأُخْرَوِيَّ فَرُبَّمَا صَرَّفَهَا فِي مُحَرَّمٍ، فَعَلَيْهَا حَيْثُ لَا عُذْرَ أَنْ تُمَكِّنَهُ.
(Ibn Abbas berkata:) ("Datang seorang wanita dari Khats'am)... (kepada Nabi, lalu ia berkata: "Sungguh aku wanita tidak bersuami) ...(dan) ... (aku ingin menikah. Maka apa hak seorang laki-laki terhadap istrinya?" Lalu beliau menjawab: "Di antara hak suami atas istrinya ialah saat ia menghendaki istrinya), maksudnya ingin menyetubuhinya (sementara istrinya sedang di atas punggung onta)... (ia tidak boleh mencegah suaminya) darinya ketika menginginkannya. Sebab bila ia mencegah hajatnya, maka terkadang ia melempar suaminya pada kerusakan yang bersifat ukhrawi, sehingga terkadang suaminya menyebabkan istri melakukan keharaman. Sebab itu ia harus mempersilahkan suaminya sekira tidak ada uzur.
b. Fath al-Mu'in dan I'anah ath-Thalibin, IV/79 [Dar al-Fikr]:
(لا) إِنْ مَنَعَتْهُ عَنْهُ (لِعُذْرِ) كَكِبَرِ آلَتِهِ بِحَيْثُ لا تَحْتَمِلُهُ وَمَرَضِ بِهَا يَضُرُّ مَعَهُ الْوَظمُ وَقَرْحٍ فِي فَرْجِهَا وَكَنَحْوِ حَيْضِ. (قَوْلُهُ: وَمَرَضِ إِلَخْ مَعْطَوْفُ عَلَى كِبَرِ أَى وَكَمَرَضِ قَائِمٍ بِهَا يَضُرُّ مَعَ وُجُوْدِهِ الْوَطْءُ به فَلَا يَحْصُلُ النُّشُوْرُ بِمَنْعِهَا مِنَ الْوَطْءِ حِينَئِذٍ - إِلَى أَنْ قَالَ - وَإِنَّمَا لَمْ تَسْقُطِ النَّفَقَةُ وَبِمَا قَبْلَهُ مِنَ الْأَعْذَارِ لأَنَّهُ إِمَّا عُذْرُ دَائِمُ كَكِبَرِ الذَّكَرِ أَوْ يَطْرَأُ وَيَزُولُ كَنَحْوِ الخيْضِ وَالْمَرَضِ وَهِيَ مَعْدُوْرَةٌ فِيْهِ.
(Tidak menyebabkan nusyuz) bila istri mencegah suami menggaulinya (karena uzur), seperti besarnya penis suami yang membuat istri tidak mampu, sakitnya istri dan persetubuhan yang membahayakannya, farji-nya sedang bernanah, dan semisal haid (Ungkapan: "Sakitnya istri") 'athaf pada lafal, maksudnya dan seperti rasa sakit yang sedang dirasakannya yang menyebabkan persetubuhan membahayakannya, maka nusyuz tidak terjadi apabila istri mencegah suami menyetubuhinya dalam kondisi demikian... Nafkah tidak gugur sebab seperti haid dan uzur-uzur yang disebutkan sebelumnya, karena uzur adakalanya yang langgeng seperti besarnya penis, atau temporal seperti haid dan sakit, sebab istri dianggap uzur karenanya.
c. Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, VI/412:
وَلَا يَجْمَعُ بَيْنَ امْرَأَتَيْنِ فِي مَسْكَنِ إِلَّا بِرَضَاهُمَا لِأَنَّ ذَلِكَ لَيْسَ مِنَ الْعُشْرَةِ بِالمَعْرُوْفِ وَلِأَنَّهُ يُؤَدِّى إِلَى الْخُصُوْمَةِ وَلاَ يَطأُ إِحْدَاهُمَا بِحَضْرَةِ الْأُخْرَى لِأَنَّهُ دَنَاءَةٌ وَسُوْهُ عُشْرَةٍ وَلَا يَسْتَمْتِعُ بِهَا إِلَّا بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَانَتْ نِضْوَ الْخَلْقِ وَلَمْ تَحْتَمِلِ الْوَظْءَ لَمْ يَجُزْ وَظُؤُهَا لِمَا فِيْهِ مِنَ الْإِضْرَارِ
Baiknya tidak mengumpulkan dua istri dalam serumah, kecuali dengan kerelaan mereka, sebab hal itu tidak termasuk mu'asyarah bi al-ma'ruf, dan karena hal itu akan menjurus pada permusuhan; dan hendaknya tidak menyetubuhi salah satunya di hadapan yang lainnya, karena hal itu merupakan kerendahan dan mu'asyarah yang buruk; dan hendaknya tidak mencumbunya kecuali dengan baik, sehingga bila istrinya berfisik lemah dan tidak kuat disetubuhi, maka tidak boleh menyetubuhinya karena membahayakannya.
d. Tuhfah al-Muhtaj dan Hasyiyah asy-Syirwani, VIII/441 [Jami' al-Fiqh al-Islami]:
وَيَتَعَيَّنُ السَّيْفُ جَزْمًا فِيمَا لَا مِثْلَ لَهُ كَمَا لَوْ جَامَعَ صَغِيرَةً فِي قُبُلِهَا فَقَتَلَهَا (قَوْلُهُ كَمَا لَوْ جَامَعَ صَغِيرَةً إِلَخْ وَمَعْلُومٌ مِمَّا سَبَقَ فِي شُرُوطِ الْقِصَاصِ أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ حَيْثُ كَانَ جِمَاعُهُ يَقْتُلُ مِثْلَهَا غَالِبًا وَعُلِمَ بِهِ عِش
Qishash dengan pedang menjadi wajib atas hukuman kejahatan yang tidak ada padanannya, seperti bila orang menyetubuhi wanita kecil divaginanya yang mengakibatkan kematiannya. (Ungkapan Ibn Hajar: "Seperti bila orang menyetubuhi wanita kecil"). Telah maklum, dari penjelasan yang telah lewat tentang syarat-syarat qishahs, bahwa konteksnya adalah sekira persetubuhan tersebut bisa membunuh orang yang sepadan dengan wanita kecil itu secara umum dan pelaku mengetahuinya. Demikian kata Ali Syibramalisi.