Bagaimana Status Mahram Anak dari Mantan Istri
DESKRIPSI MASALAH
Ada seorang laki-laki bernama Akmal, menikah dengan seorang perempuan bernama Nahla. Akmal pernah melakukan dukhul dengan Nahla. Setelah sekian lama, Nahla dicerai oleh Akmal kemudian Nahla dinikahi oleh laki-laki lain bernama Musa. Dari perkawinan Musa dan Nahla ini, melahirkan seorang anak perempuan bernama Aisyah.
PERTANYAAN
a. Apakah anak perempuan bernama Aisyah ini masih termasuk mahram bagi bekas suami Nahla yang bernama Akmal?
b. Sampai di mana batas-batas sebutan "rabibah" itu?
JAWABAN
a. Masih termasuk mahram.
b. Rabibah adalah anak perempuan dari istri dengan laki-laki lain beserta keturunannya.
REFERENSI
Baca Juga: Adakah Alasan Syariat Istri Bisa Monolak Bersetubuh
a. Hasyiyah ar-Raudl 'ala al-Iqna' fi Bab adz-Dzihar, III/164:
وَكَذَا ابْنَةُ الزَّوْجَةِ إِنْ كَانَتْ مَوْجُوْدَةٌ قَبْلَ تَزَوُّجِهِ بِأَمِّهَا لَمْ يَصِحَ التَّشْبِيْهُ بِهَا لِطُرُقِ تَحْرِيْمِهَا عَلَيْهِ بِنِكَاحِ أُمِّهَا وَإِنْ حَدَثَتْ بَعْدُ بِأَنْ أَبَانَ زَوْجَتَهُ فَتَزَوَّجَتْ بِغَيْرِهِ وَأَتَتْ مِنْهُ بِبِنْتِ فَهِيَ مَحْرَمَةٌ مِنْ حِيْنِ وُجُوْدِهَا فَيَصِحُ التَّشْبِيْهُ اهـ
Demikian pula anak perempuannya istri bila ia telah lahir sebelum ia menikahi ibunya. Maka tidak sah menyamakan dengan anak tersebut (dalam dzihar) karena kemahramannya baru wujud sebab menikahi ibunya.
Dan bila anak tersebut baru lahir setelah (pernikahannya dengan ibunya). Dengan gambaran ia telah mencerai istrinya dengan thalaq ba'in lalu (mantan) istrinya menikah lagi dengan laki-laki lain dan baru melahirkan anak perempuan dari suami kedua maka anak perempuannya menjadi mahram semenjak ia lahir. Maka sah menyamakannya dengan anaknya (dalam dzihar).
b. Tafsir al-Fakhr ar-Razi al-'Asyir, 32:
قَوْلُهُ تَعَالَى : ( وَرَبَآئِبُكُمُ اللأَتِي فِي حُجُورِكُمْ مِّنْ نَسَآئِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ) وَفِيْهِ مَسَائِلُ الْمَسْأَلَةُ الْأُوْلَى الرَّبَائِبُ جَمْعُ رَبِيبَةٍ وَهِيَ بِنْتُ امْرَأَةِ الرَّجُلِ مِنْ غَيْرِهِ
(Ayat: Dan anak anak tiri kalian yang berada dalam asuhanmu dari istri-istri kalian yang sudah kalian kumpuli (jima'). Kemudian bila kamu belum pernah menggaulinya maka tidak ada dosa bagi kalian). Dalam ayat ini terdapat beberapa permasalahan. Masalah yang pertama: Raba'ib adalah jama' dari rabibah. Artinya: anak perempuannya istri seorang laki-laki dari suami yang lain.
c. Tafsir al-Baidhawi, I/165:
وَفَائِدَةُ قَوْلِهِ (فِي حُجُوْرِكُمْ) تَقْوِيَةُ الْعِلَّةِ وَتَكْمِيْلُهَا وَأَلَمَعْنَى أَنَّ الرَّبَائِبَ إِذَا دَخَلْتُمْ بِأُمَّهَاتِهِنَّ وَهُنَّ فِي احْتِضَانِكُمْ أَوْ بِصَدَدِهِ تَقَوَّى الشَّبَهُ بَيْنَهَا وَبَيْنَ أَوْلَادِكُمْ وَصَارَتْ أَحِقَّاءَ بِأَنْ تُجْرُوْهَا عَجْرَاهُمْ لا تَقْيِيدُ الْحَرْمَةِ وَإِلَيْهِ ذَهَبَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيّ رضي الله تعالى عنه أَنَّهُ جَعَلَهُ شَرْطًا وَالْأُمَّهَاتُ وَالرَّبَائِبُ يَتَنَاوَلَانِ الْقَرِيْبَةَ وَالْبَعِيْدَةَ.
Faidah: Firman Allah yang berupa berfaidah untuk menguatkan dan menyempurnakan illat. Pengertiannya ialah: bahwa sesungguhnya para anak tiri ketika kalian telah menggauli ibunya dan mereka dalam asuhanmu atau semacamnya itu sangat serupa dengan anak kandung kalian. Bahkan mereka telah seperti menjadi anak kandung kalian dengan perlakuanmu kepada mereka sebagaimana memperlakukan kepada anak kandung sendiri. Jadi kata (فى حجوركم) bukan merupakan batasan kemahraman anak tiri. Demikian ini pendapat kebanyakan ulama. Diriwayatkan dari sayyidina Ali, bahwa beliau menjadikan kata فى حجوركم sebagai syarat (dari kemahraman anak tiri). Sedangkan kata امهات dan ربائب itu mencakup orang yang dekat dan orang yang jauh.
d. Tafsir Ibn Katsir, II/249:
وَأَمَّا الرَّبِيْبَةُ وَهِيَ بِنْتُ المَرْأَةِ فَلَا تَحْرُمُ بِمُجَرَّدِ الْعَقْدِ عَلَى أُمِّهَا حَتَّى يَدْخُلَ بِهَا فَإِنْ طَلَّقَ الْأُمَّ قَبْلَ الدُّخُولِ بِهَا جَازَ لَهُ أَنْ يَتَزَوَّجَ بِنْتَهَا وَلِهَذَا قَالَ: ( وَرَبَّائِبُكُمُ اللاتي فِي حُجُورِكُمْ مِّنْ نِّسَآئِكُمُ اللآتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ) أَيْ فِي تَزْوِيْبِهِنَّ فَهَذَا خَاصٌ بِالرَّبَائِبِ وَحْدَهُنَّ
Sedangkan rabibah ialah putri istrinya (dari suami lain). Maka rabibah tidak akan menjadi mahramnya hingga ia menggauli ibunya. Apabila ia menceraikan ibunya sebelum digauli, maka ia boleh menikahi putrinya. Dan karena ini Allah berfirman: "Dan anak-anak tiri kalian yang berada dalam asuhanmu dari istri-istri kalian yang sudah kalian kumpuli (jima').
Kemudian bila kamu belum pernah menggaulinya maka tidak ada dosa bagi kalian", artinya dalam menikahi mereka (anak tiri). Maka (ketentuan) ini hanya khusus untuk anak anak tiri saja.
e. Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, XVI/218:
وَأَمَّا الرَّبِيبَةُ فَهِيَ بِنْتُ زَوْجَتِهِ فَإِذَا عَقَدَ النِكَاحَ عَلَى امْرَأَةٍ حَرُمَتْ عَلَيْهِ ابْنَتُهَا حَقِيْقَةً وَمَجَازًا مِنَ النَّسَبِ وَالرَّضَاعِ ثُمَّ الْجُمْعُ فَإِنْ دَخَلَ بِالْأُمِّ حَرُمَتْ عَلَيْهِ ابْنَتُهَا عَلَى التَّأْبِيْدِ وَإِنْ مَاتَتِ الزَّوْجَةُ أَوْ طَلَّقَهَا قَبْلَ الدُّخُولِ بِهَا جَازَ لَهُ أَنْ يَتَزَوَّجَ بِابْنَتِهَا وَسَوَاءُ كَانَتِ الرَّبِيبَةُ فِي حِجْرِهِ وَكَفَالَتِهِ أَوْ لَمْ تَكُنْ وَبِهِ قَالَ عَامَّهُ أَهْلِ الْعِلْمِ وَقَالَ دَاوُدُ إِنَّمَا تَحْرُمُ عَلَيْهِ الرَّبِيبَةُ إِذَا كَانَتْ فِي حِجْرِهِ وَكَفَالَتِهِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ فِي حِجْرِهِ وَكَفَالَتِهِ لَمْ تَحْرُمْ عَلَيْهِ وَإِنْ دَخَلَ بِأُمِّهَا وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ وَقَالَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ تَحْرُمُ عَلَيْهِ إِذَا دَخَلَ بِأُمِّهَا أَوْ مَاتَتْ.
Adapun rabibah itu adalah putri istrinya. Maka ketika seorang suami menikahi seorang wanita maka putrinya yang haqiqi atau yang majaz, dari jalur nasab atau radla' itu menjadi mahramnya. Kemudian juga haram dikumpulkan (dalam ikatan pernikahan). Jika ia telah menggauli