Pembagian Rezeki Menurut Imam Al-Ghazali

Imam Ghazali membagi rezeki menjadi empat jenis : 

1. Rezeki yang dijamin (Madhmun) 

2. Rezeki yang dibagikan (Maqsum) 

3. Rezeki yang dimiliki (Mamluk) 

4. Rezeki yang dijanjikan oleh Allah ﷻ (Mau'ud). 

1. Rezeki (Madhmun) yang dijamin oleh Allah ﷻ mengarah kepada makanan dan apa saja yang menopang atau menguatkan tubuh dan jiwa kita. Jenis Rezeki ini tidak terkait dengan sumber² lainnya di dunia. Jaminan terhadap rezeki jenis ini datang dari Allah ﷻ secara langsung sebab namanya saja adalah rezeki yang dijamin. Maka, bertawakal terhadap rezeki jenis ini wajib berdasarkan dalil aqli dan naqli. Karena Allah ﷻ telah membebankan kita untuk ibadah kepadanya dan menaatinya dengan tubuh dan anggota badan kita. Dia pasti telah menjamin apa² yang menjadi sumber energi bagi seluruh organ dan sel² tubuh kita agar kita dapat melaksanakan apa yang telah diperintahkan olehnya.

2. Rezeki (Maqsum) yang dibagi adalah apa yang telah dibagikan oleh Allah ﷻ dan telah tertulis di Lauhul Mahfudz secara komprehensif. Masing² dibagikan sesuai dengan kadar yang telah ditentukan dan waktu yang telah ditetapkan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak mundur dari apa yang telah tertulis. Itulah yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ dan dibagi sesuai kehendak dan kuasanya.

Rasulullah ﷺ bersabda : Rezeki itu telah dibagikan dan kemudian diberikan semuanya. Tidaklah ketakwaan seseorang dapat menambahkannya dan tidak pula kejahatan orang yang berlaku jahat dapat menguranginya. Maka dalam konteks ini Rezeki yang disindir oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah Rezeki yang Maqsum (telah dibagi).

3. Rezeki (Mamluk) yang dimiliki adalah harta benda dunia yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah ﷻ untuk dia miliki. Dan ini termasuk rezeki dari Allah ﷻ. Maka tidak heran banyak orang yang tidak ibadah bahkan kafir, tapi tidak kurang rezekinya bahkan berlimpahrua. 

4. Rezeki (Mau'ud) yang dijanjikan adalah segala apa yang telah dijanjikan oleh Allah ﷻ kepada hamba²nya yang bertakwa dengan syarat ketakwaan, sebagai rezeki yang halal, tanpa didahului oleh usaha yang bersusah payah seperti ayat surat Ath-Thalaq berikut :

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ.

Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka² sebelumnya.

Jadi, Tawakkal hanya ditujukan untuk rezeki yang telah di jamin oleh Allah ﷻ (Madhmun).

Imām Junaid pernah ditanya (kaitannya dengan Tawakkal) : Apakah rezeki itu bisa kita cari? Beliau menjawab : Jika kalian tahu diman tempatnya, maka carilah.

Beliau ditanya kembali : Kalau begitu apa kita minta saja langsung kepada Allah ﷻ? Ia menjawab : Jika kalian menyangka bahwa Allah ﷻ melupakan kalian, maka ingatkanlan (dengan cara meminta kepadanya).

Kalau begitu, kita cukup masuk ke rumah dan pasrah (tawakkal) kepadanya? Beliau menjawab : Coba² adalah tanda meragukan.

Lalu bagaimana? Beliau menjawab : Tinggalkan daya dan upaya.

Intinya, rezeki itu ada yang telah menjadi ketentuan Allah ﷻ secara pasti ada juga rezeki yang diperoleh sesuai kadar usaha kita dan itupun tentu atas izin Allah ﷻ, juga ada rezeki yang didapat sebagai reward ketakwaan kita kepada Allah ﷻ. Semua telah diatur oleh Allah agar kita selalu mensyukuri apa yang telah direzekikan olehnya. Sehat, ketenangan, keharmonisan keluarga, ilmu, kesempatan ibadah dll. itupun juga rezeki yang Allah ﷻ berikan kepada kita.

Teks Arab

Berbagi

Posting Komentar