Pertanyaan :
Apakah benar seseorang tidak wajib melaksanakan salat Jumat apabila Hari Raya (‘Id) bertepatan dengan hari Jumat?
Jawaban :
Jawabannya tergantung pada status orang tersebut dan tempat tinggalnya:
1. Bagi penduduk kota (ahlul-balad):
Wajib tetap melaksanakan salat Jumat meskipun sudah melaksanakan salat ‘Id. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, termasuk dalam madzhab Syafi‘i.
2. Bagi penduduk desa atau pedalaman yang jauh dari masjid (ahlul-qurā dan al-bawādī):
Jika mereka datang ke kota untuk salat ‘Id dan pulang ke desanya sebelum waktu zawal (tergelincir matahari), maka tidak wajib bagi mereka melaksanakan salat Jumat, karena ada keringanan dari sebagian ulama Syafi‘iyyah.
Namun, di zaman sekarang masjid telah tersebar luas bahkan di daerah pedesaan, dan sarana transportasi juga sangat memudahkan mobilitas. Oleh karena itu, kewajiban salat Jumat tetap berlaku meskipun Hari Raya bertepatan dengan hari Jumat.
REFERENSI
فِيمَا إِذَا وَافَقَ يَوْمُ الْعِيدِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَفِي الْجُمُعَةِ أَرْبَعَةُ مَذَاهِبَ فَمَذْهَبُنَا أَنَّهُ إِذَا حَضَرَ أَهْلُ الْقُرَى وَالْبَوَادِي الْعِيدَ وَخَرَجُوا مِنَ الْبِلَادِ قَبْلَ الزَّوَالِ لَمْ تَلْزَمْهُمُ الْجُمُعَةُ، وَأَمَّا أَهْلُ الْبَلَدِ فَتَلْزَمُهُم، وَلِمَنْ حَضَرُوا الْعِيدَ الَّذِي وَافَقَهُ يَوْمُهُ يَوْمُ الْعِيدِ الْإِنْصِرَافُ بَعْدَهُ قَبْلَ دُخُولِ وَقْتِهَا وَعَدَمُ الْعَوْدِ لَهَا وَإِنْ سَمِعُوا تَخْفِيفًا عَلَيْهِمْ.
(تُحْفَةُ الْمُحْتَاجِ، ٢/٤١٥)
Terjemah:
Apabila hari raya (‘Id) bertepatan dengan hari Jumat, maka dalam permasalahan Jumat ada empat pendapat. Menurut madzhab kami (Syafi‘i), jika penduduk desa dan dusun menghadiri shalat ‘Id lalu mereka keluar dari kota sebelum zawal (tergelincirnya matahari), maka mereka tidak diwajibkan shalat Jumat. Adapun penduduk kota tetap diwajibkan Jumat. Orang-orang yang telah menghadiri shalat ‘Id pada hari itu (yang bertepatan dengan Jumat), mereka diperbolehkan meninggalkan (shalat Jumat) setelahnya sebelum masuk waktunya (shalat Jumat), dan tidak kembali lagi ke sana, meskipun mereka mendengar adanya keringanan (dari Nabi atau ulama) bagi mereka.
(Sumber: Tuhfatul Muhtaj, 2/415)
إِذَا وَافَقَ يَوْمُ الْعِيدِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَحَضَرَ أَهْلُ الْقُرَى الَّذِينَ يُبْلِغُهُمُ النِّدَاءُ لِصَلَاةِ الْعِيدِ وَعَلِمُوا لَوْ انْصَرَفُوا لَفَاتَتْهُمُ الْجُمُعَةُ، فَلَهُم أَنْ يَنْصَرِفُوا وَيَتْرُكُوا الْجُمُعَةَ فِي هَذَا الْيَوْمِ عَلَى الصَّحِيحِ.
(رَوْضَةُ الطَّالِبِينَ، ١/٥٨٦)
Terjemah:
Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jumat, dan penduduk desa yang sampai kepada mereka seruan (adzan) untuk shalat ‘Id, serta mereka mengetahui bahwa jika mereka pulang maka mereka akan luput dari shalat Jumat, maka mereka diperbolehkan untuk pulang dan meninggalkan shalat Jumat pada hari itu, menurut pendapat yang shahih.
(Sumber: Rawdhatut Thalibin, 1/586)